Kamis, 04 April 2013

SAP Diabetes Militus


SATUAN   ACARA   PENYULUHAN

Pokok  Bahasan               :  Diabetes Militus
Sasaran                            : Pasien dan keluarga pasien di pav. Dahlia
Tempat                            : Ruangan pavilion Dahlia
Hari / Tanggal                 :         Desember 2011
W a k t u                          :  40  menit
Tujuan  Umum      :
Setelah mengikuti penyuluhan mengenai  Diabetes Militus selama  40 menit peserta dapat memahami tentang Diabetes Militus.
Tujuan  Khusus    :
1.      Apa pengertian Diabetes Militus?
2.      Apa tanda / gejala-gejala Diabetes Militus?
3.      Siapa saja yang beresiko terkena  Diabetes Militus?
4.      Komplikasi dari  Diabetes Militus?
Bagaimana kadar gula dalam darah bisa
Materi     :   (  Terlampir   )
5.      Apa pengertian Diabetes Militus?
6.      Apa tanda / gejala-gejala Diabetes Militus?
7.      Siapa saja yang beresiko terkena  Diabetes Militus?
8.      Komplikasi dari  Diabetes Militus?
9.      Bagaimana kadar gula dalam darah bisa stabil?
Metode    :
1.      Ceramah
2.      Tanya jawab
3.      Diskusi.

Media / Alat     :
1.      Leaf  leat
2.      Flip cart
Kegiatan Pembelajaran
No.
Tahap
Waktu
Kegiatan
1.
Pembukaan
5 menit
Menyampaikan tujuan
2. 
Pengembangan
25 menit
Menggali dan menjelaskan tentang  :
- Pengertian Diabetes Militus
-Tanda / gejala-gejala Diabetes Militus
- Siapa saja yang beresiko terkena  Diabetes Militus
Komplikasi dari  Diabetes Militus
Bagaimana kadar gula dalam darah bisa stabil

Memberikan kesempatan pada peserta untuk bertanya
3.
Penutup
10 menit
Menyimpulkan materi bersama peserta
Evaluasi

Sumber Pustaka :
1.      Hood, Alsaagaf dan H. Abdul Mukty ( 1995 ), Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Surabaya Airlangga University Press.
2.      Depkes RI, ( 2000 ), Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta..

E v a l u a s i :
1.      Prosedur : Selama proses pembelajaran berlangsung
Setelah selesai penyuluhan
2.      Bentuk     : Subyektif
3.      Jenis Tes   :  Lisan
4.      Alat tes      :
a.       Apa pengertian Diabetes Militus?
b.      Apa tanda / gejala-gejala Diabetes Militus?
c.       Siapa saja yang beresiko terkena  Diabetes Militus?
d.      Komplikasi dari  Diabetes Militus?
e.       Bagaimana kadar gula dalam darah bisa stabil?



MATERI PENYULUHAN
1.      Pengertian
Suatu keadaan dimana pankreas tidak cukup menghasilkan insulin, atau sel-sel tubuh tidak dapat menggunakan insulin seperti seharusnya, sehingga kadar gula dalam darah meningkat atau bertambah

2.      Siapa yang beresiko tinggi terkena diabetes ?
¯  Riwayat keluarga DM
¯  Kegemukan
¯  Kurang gerak (berolah raga)
¯  Hipertensi
¯  Riwayat kehamilan dengan kelahiran berat badan bayi lahir > 4000 gr

3.      Tanda dan Gejala
¯  Sering haus
¯  Rasa lapar terus menerus          
¯  Sering buang air kecil (terutama malam hari)
¯  Berat badan berkurang drastis
¯  Kesemutan
¯  Cepat merasa lelah dan mengantuk         
¯  Infeksi yang sering kambuh
¯  Penglihatan kabur
¯  Gatal-gatal terutama bagian luar kelamin

4.      Komplikasi diebetes
¯  Luka yang sukar sembuh
¯  Impotensi  
¯  Kebutaan
¯  Penyakit jantung
¯  Gangguan pada pembuluh darah otak
¯  Terganggunya fungsi ginjal

5.      Bagaimana mengontrol gula darah?
¯  Perencanaan makan yang baik (batasi gula, lemak, dan konsumsi sayur)
¯  Latihan jasmani
¯  Uji kadar gula darah secara berkala
¯  Minum obat dengan teratur
¯  Kontrol berat badan
¯  Kontrol tekanan darah
¯  Kontrol kadar kolesterol darah

asuhan keperawatan jiwa Retardasi Mental, by : ryri lomuet n Siti Nurul Istiqomah


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi Negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0,3% dari seluruh populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah 70.Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka tidak bias dimanfaatkan karena 0,1% dari anak-anak ini memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya.(Swaiman KF, 1989).
Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-3 persen penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit di ketahui karena retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
Sehingga retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagi keluarga dan masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.

1.2 Tujuan

1. Untuk mempelajari definisi tentang retardasi mental
2. Mempelajari faktor-faktor penyebab retasdasi mental
3. Mengetahu asuhan keperawatan pada klien retardasi mental

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama pada retardasi mental ialah intelegensi yang terbelakang atau keterbelakangan mental. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental.
Retardasi mental dapat didefinisikan sebagai keterbatasan dalam kecerdasan yang mengganggu adaptasi normal terhadap lingkungan.
Retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi (WHO)
Retardasi mental adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fs. Intelektual berada dibawah normal, timbul pada masa perkembangan/dibawah usia 18 tahun, berakibat lemahnya proses belajar dan adaptasi sosial (D.S.M/Budiman M, 1991).

2.2 Etiologi

Penyebab kelainan mental ini adalah faktor keturunan (genetik) atau tak jelas sebabnya (simpleks). Keduanya disebut retardasi mental primer. Sedangkan faktor sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi dalam kandungan atau anak-anak.

Retardasi mental menurut penyebabnya, yaitu :
• Akibat infeksi atau intoksikasi. Dalam Kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena kerusakan jaringan otak akibat infeksi intrakranial, karena serum, obat atau zat toksik lainnya.
• Akibat rudapaksa atau disebabkan fisik lain. Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar x, bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan dengan retardasi mental. Rudapaksa sesudah lahir tidak begitu sering mengakibatkan retardasi mental.
• Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi. Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya gangguan metabolime lemak, karbohidrat dan protein), pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok ini.
• Ternyata gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung lama sebelum umur 4 tahun sangat memepngaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum umur 6 tahun, sesudah ini biarpun anak itu diberikan makanan bergizi, intelegensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan.
• Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal). Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat neoplasma (tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena rudapaksa atau peradangan) dan beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul etiologinya (diduga herediter). Reaksi sel-sel otak ini dapat bersifat degeneratif, infiltratif, radang, proliferatif, sklerotik atau reparatif.
• Akibat penyakit/pengaruh pranatal yang tidak jelas. Keadaan ini diketahui sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk anomali kranial primer dan defek kogenital yang tidak diketahui sebabnya.
• Akibat kelainan kromosom. Kelainan kromosom mungkin terdapat dalam jumlah atau dalam bentuknya. Hal ini mencakup jumlah terbesar dari penyebab genetic dan paling sering adalah trisomi yang melibatkan kromosom tambahan, misalnya 47 dibandingkan keadaan normal sebesar 46. Kelainan kromosom seks, seperti sindroma Klinefeker (XXY), sindroma Turner dan berbagai mosaic, dapat juga berkaitan dengan retardasi mental.
• Akibat prematuritas. Kelompok ini termasuk retardasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram atau dengan masa hamil kurang dari 38 minggu serta tidak terdapat sebab-sebab lain seperti dalam sub kategori sebelum ini.
• Akibat gangguan jiwa yang berat. Untuk membuat diagnosa ini harus jelas telah terjadi gangguan jiwa yang berat itu dan tidak terdapat tanda-tanda patologi otak.
• Akibat deprivasi psikososial. Retardasi mental dapat disebabkan oleh fakor – faktor biomedik maupun sosiobudaya.

2.3 Manifestasi klinis

Retardasi mental bukanlah suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan hasil dari proses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektual dan fungsi adaptif. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. Hasil bagi intelegensi (IQ = “Intelligence Quotient”) bukanlah merupakan satusatunya patokan yang dapat dipakai untuk menentukan berat ringannya retardasi mental. Sebagai kriteria dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau dilatih dan kemampuan sosial atau kerja. Tingkatannya mulai dari taraf ringan, sedang sampai berat, dan sangat berat.

Klasifikasi retardasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu :
1. Retardasi mental berat sekali IQ dibawah 20 atau 25. Sekitar 1 sampai 2 % dari orang yang terkena retardasi mental.
2. Retardasi mental berat IQ sekitar 20-25 sampai 35-40. Sebanyak 4 % dari orang yang terkena retardasi mental.
3. Retardasi mental sedang IQ sekitar 35-40 sampai 50-55. Sekitar 10 % dari orang yang terkena retardasi mental.
4. Retardasi mental ringan IQ sekitar 50-55 sampai 70. Sekitar 85 % dari orang yang terkena retardasi mental. Pada umunya anak-anak dengan retardasi mental ringan tidak dikenali sampai anak tersebut menginjak tingkat pertama atau kedua disekolah.

Tingkat Kisaran IQ Kemampuan Usia Prasekolah
(sejak lahir-5 tahun) Kemampuan Usia Sekolah
(6-20 tahun) Kemampuan Masa Dewasa
(21 tahun keatas)
Ringan 52-68 • Bisa membangun kemampuan sosial & komunikasi
• Koordinasi otot sedikit terganggu
• Seringkali tidak terdiagnosis • Bisa mempelajari pelajaran kelas 6 pada akhir usia belasan tahun
• Bisa dibimbing ke arah pergaulan sosial
• Bisa dididik Biasanya bisa mencapai kemampuan kerja & bersosialisasi yg cukup, tetapi ketika mengalami stres sosial ataupun ekonomi, memerlukan bantuan
Moderat 36-51 • Bisa berbicara & belajar berkomunikasi
• Kesadaran sosial kurang
• Koordinasi otot cukup • Bisa mempelajari beberapa kemampuan sosial & pekerjaan
• Bisa belajar bepergian sendiri di tempat-tempat yg dikenalnya dengan baik • Bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dengan melakukan pekerjaan yg tidak terlatih atau semi terlatih dibawah pengawasan
• Memerlukan pengawasan & bimbingan ketika mengalami stres sosial maupun ekonomi yg ringan
Berat 20-35 • Bisa mengucapkan beberapa kata
• Mampu mempelajari kemampuan untuk menolong diri sendiri
• Tidak memiliki kemampuan ekspresif atau hanya sedikit
• Koordinasi otot jelek • Bisa berbicara atau belajar berkomunikasi
• Bisa mempelajari kebiasaan hidup sehat yg sederhana • Bisa memelihara diri sendiri dibawah pengawasan
• Dapat melakukan beberapa kemampuan perlindungan diri dalam lingkungan yg terkendali
Sangat berat 19 atau kurang • Sangat terbelakang
• Koordinasi ototnya sedikit sekali
• Mungkin memerlukan perawatan khusus • Memiliki beberapa koordinasi otot
• Kemungkinan tidak dapat berjalan atau berbicara • Memiliki beberapa koordinasi otot & berbicara
• Bisa merawat diri tetapi sangat terbatas
• Memerlukan perawatan khusus

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

A. Tanda dan gejala :
• Mengenali sindrom seperti adanya DW atau mikrosepali
• Adanya kegagalan perkembangan yang merupakan indikator : RM seperti anak RM berat biasanya mengalami kegagalan perkembangan pada tahun pertama kehidupannya, terutama psikomotor; RM sedang memperlihatkan penundaan pada kemampuan bahasa dan bicara, dengan kemampuan motorik normal-lambat, biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun; RM ringan biasanya terjadi pada usia sekolah dengan memperlihatkan kegagalan anak untuk mencapai kinerja yang diharapkan.
• Gangguan neurologis yang progresif
• Tingkatan/klasifikasi RM (APA dan Kaplan; Sadock dan Grebb, 1994)
1. Ringan ( IQ 52-69; umur mental 8-12 tahun)
Karakteristik :
a. Usia presekolah tidak tampak sebagai anak RM, tetapi terlambat dalam kemampuan berjalan, bicara , makan sendiri, dll
b. Usia sekolah, dpt melakukan ketrampilan, membaca dan aritmatik dengan pendidik khusus, diarahkan pada kemampuan aktivitas sosial.
c. Usia dewasa, melakukan ketrampilan sosial dan vokasional, diperbolehkan menikah tidak dianjurkan memiliki anak. Ketrampilan psikomotor tidak berpengaruh kecuali koordinasi.
2. Sedang ( IQ 35- 40 hingga 50 - 55; umur mental 3 - 7 tahun)
Karakteristik :
a. Usia presekolah, kelambatan terlihat pada perkembangan motorik, terutama bicara, respon saat belajar dan perawatan diri.
b. Usia sekolah, dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar kesehatan, perilaku aman, serta ketrampilan mulai sederhana, Tidak ada kemampuan membaca dan berhitung.
c. Usia dewasa, melakukan aktivitas latihan tertentu, berpartisipasi dlm rekreasi, dapat melakukan perjalanan sendiri ke tempat yang dikenal, tidak bisa membiayai sendiri.
3. Berat ( IQ 20-25 s.d. 35-40; umur mental < 3 tahun)
Karakteristik :
a. Usia prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan motorik, kemampuan komunikasi sedikit bahkan tidak ada, bisa berespon dalam perawatan diri tingkat dasar seperti makan.
b. Usia sekolah, gangguan spesifik dalam kemampuan berjalan, memahami sejumlah komunikasi/berespon, membantu bila dilatih sistematis.
c. Usia dewasa, melakukan kegiatan rutin dan aktivitas berulang, perlu arahan berkelanjutan dan protektif lingkungan, kemampuan bicara minimal, meggunakan gerak tubuh.
4. Sangat Berat ( IQ dibawah 20-25; umur mental seperti bayi)
Karakteristik :
a. Usia prasekolah retardasi mencolok, fungsi Sensorimotor minimal, butuh perawatan total.
b. Usia sekolah, kelambatan nyata di semua area perkembangan, memperlihatkan respon emosional dasar, ketrampilan latihan kaki, tangan dan rahang. Butuh pengawas pribadi. Usia mental bayi muda.
c. Usia dewasa, mungkin bisa berjalan, butuh perawatan total, biasanya diikuti dengan kelainan fisik.

B. Pemeriksaan fisik :
• Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (btk kepala tdk simetris)
• Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/tdk ada, halus, mudah putus dan cepat berubah
• Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
• Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, cuping melengkung ke atas, dll
• Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar/melengkung tinggi
• Geligi : odontogenesis yang tdk normal
• Telinga : keduanya letak rendah; dll
• Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
• Leher : pendek; tdk mempunyai kemampuan gerak sempurna
• Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibujari gemuk dan lebar, klinodaktil, dll
• Dada & Abdomen : tdp beberapa putting, buncit, dll
• Genitalia : mikropenis, testis tidak turun, dll
• Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/panjang kecil meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk

C. Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan kromosom
• Pemeriksaan urin, serum atau titer virus
• Test diagnostik spt : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan perubahan.

3.2 Diagnosa

• Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d kelainan fungsi kognitif
• Gangguan komunikasi verbal b.d kelainan fungsi kognitif
• Risiko cedera b.d. perilaku agresif/ketidakseimbangan mobilitas fisik
• Gangguan interaksi sosial b.d. kesulitan bicara /kesulitan adaptasi sosial
• Gangguan proses keluarga b.d. memiliki anak RM
• Defisit perawatan diri b.d. perubahan mobilitas fisik/kurangnya kematangan perkembangan

3.3 Intervensi

• Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak
• Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan anak yang optimal.
• Berikan perawatan yang konsisten
• Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi taktil
• Berikan intruksi berulang dan sederhana
• Berikan reinforcement positif atas hasil yang dicapai anak
• Dorong anak melakukan perawatan sendiri
• Manajemen perilaku anak yang sulit
• Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
• Ciptakan lingkungan yang aman

3.4 Implementasi

Pendidikan Pada Orangtua :
• Perkembangan anak untuk tiap tahap usia
• Dukung keterlibatan orangtua dalam perawatan anak
• Bimbingan antisipasi dan manajemen menghadapi perilaku anak yang sulit
• Informasikan sarana pendidikan yang ada dan kelompok, dll

3.5 Evaluasi

• Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya
• Keluarga dan anak mampu menggunakan koping thd tantangan karena adanya ketidakmampuan
• Keluarga mampu mendapatkan sumber-sumber sarana komunitas

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

• Retardasi mental dapat didefinisikan sebagai keterbatasan dalam kecerdasan yang mengganggu adaptasi normal terhadap lingkungan.
• Retardasi mental menurut penyebabnya, yaitu akibat infeksi, ruda paksa, gangguan metabolisme, penyakit otak post natal, gangguan gizi yang berat dan berlangsung lama sebelum umur 4 tahun, pengaruh penyakit pra natal yang tidak jelas, kelainan kromosom, prematuritas, gangguan jiwa berat, deprifasi psikososial.

Selasa, 02 April 2013

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN PENYAKIT HIRSHPRUNG



BAB I
Pendahuluan


  1. Latar belakang
Zuelser dan Wilson (1948) mengemukakan bahwa pada dingding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion prarasimpatis. Sejak saat tersebut penyakit ini lebih dikenal dengan istilah aganglionosis kongenital
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.  Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
Pada pemeriksaan patologi anatomi dari penyakit ini, tidak ditemukan sel ganglion. Auerbach dan meissner, serabut saraf menebal dan serabut otot hipertrofik. Aganglionosis ini mulai dari unus ke arah oral 
Hisprung berupa gangguan pasase feses spontan dimana feses belum keluar dalam 48 jam setelah lahir atau lebih. Setiap saat dapat terjadi diare pada hisprung akibat enterokolitis apabila disertai dengan CSBS(Contaminated Small Bowel Syndrome)
Hisprung adalah suatu obstruksi  mekanik akibat pergerakan yang tidak adekuat pada bagian usus

  1. Rumusan Masalah
    1. Apakah definisi hisprung?
    2. Bagaimana dengan Patofisiologi?
    3. Bagaimana dengan etiologinya?
    4. Bagaimana manefestasi klinis hisprung?
    5. Bagaimana komplikasinya ?
    6. Bagaimana tanda dan gejalanya hisprung?
    7. Bagaimana PNP dari hisprung?
    8. Bagaimana asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian uji laboratorium, diagnostic, penatalaksanaan medis, diagnostic keperawatan, ?
  1. Tujuan
1.      Tujuan Umum
Untuk memenuhi persaratan mata kuliah keparawatan anak
2.      Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa mampu menjelaskan Definisi?
b.      Mahasiswa mampu menjelaskan Etiologi?
c.       Mahasiswa mampu menjelaskan Manifestasi klinis?
d.      Mahasiswa mampu menjelaskan Komplikasi ?
e.       Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala ?
f.       Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan?
  
BAB II
Konsep Dasar



I.       Pengertian
Penyakit Hirschprung adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson
Zuelser dan Wilson (1948) mengemukakan bahwa pada dingding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion prarasimpatis. Sejak saat tersebut penyakit ini lebih dikenal dengan istilah aganglionosis kongenital

II.    Patofisiologi
“Congenital aganglionic megacolon” menjelaskan penyakitnya kerusakan yang utama adalah hilangnya ganglion parasimpatik saraf autoimun pada submukosa (merner`s). kerusakan mungkin disebabkan oleh ketidaksempurnaan perpindahan sel prekursor oleh ganglion para simpatik selama perkembangan embrio. Kerusaan fungsional sebagai bagian dari kurangnya inversi adalah hilangnya pergerakan propulsif (peristaltik). Disebakan penumpukan isi usus dan penekanan proximal sampai jauh. Oleh karena itu di istilahkan “megakolon” atau kolon besar dan lagi ada kerusakan spingter resctal interna sampai relax. Yang bisa menjadi menifestasi klinis yang menghalangi pengosongan akan solit, cairan dan gas.
Berdasarkan panjang segmen yang terkena dapat dibedakan menjadi 2 tipe yaitu.
  1. penyakit hisprung segmen pendek
segmen aganglionik mulai dari anus sampai sigmoid. Ini merupakan 70% dari kasus penyakit dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dari pada anak perempuan
  1. penyakit hisprung segmen panjang
kelainan dapat melebihi sigmoid bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada laki-laki maupun perempuan
III. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
III. Manivestasi Klinis
Masa neonatal
  1. Gagal dalam mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
  2. Muntah berisi empedu
  3. Enggan minum
  4. Distensi abdomen
Masa bayi dan kanak-kanak
  1. Konstipasi
  2. Diare berulang
  3. Tinja seperti pita berbau busuk
  4. Distensi abdomen
  5. Gagal tumbuh

IV. Komplikasi.
Enterokolitis nekrotikans, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi dan septikemia.

V.    Uji Laboraturium Dan Dianostik
  1. Foto abdomen (telentang tegak telungkup dekubitus lateral)diagnostik
  2. Biopsi rektal untuk mendiagnostik ada tidaknya sel ganglion
  3. Manometri anorektal untuk mencatat respons refluks sfingter internal dan eksternal


IV.Penatalaksanaan.
1.      Konservatif. Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
2.      Tindakan bedah sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis, eneterokolitis berat dan keadaan umum buruk.
3.      Tindakan bedah defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat anastomosis.


BAB III
Asuhan Keperawatan

A.   Pengkajian.
  1. Identitas.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.  Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
  1. Riwayat Keperawatan.
a.       Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
b.      Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.
  1. Pemeriksaan fisik.
a.       Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
b.      Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
c.       Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Gangguan rasa nyaman.
d.      Sistem integumen.
Akral hangat.
B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.
2.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
3.      Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4.      Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5.      Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak.

C.Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Rasional
Gangguan eliminasi ALVI : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.

Pasien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, tidak distensi abdomen.
1.     kaji pola BAB



2.     berikan enema/hukna bila terjadi obsipasi

3.     Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi

4.     Kolaborasi dengan tim gizi untuk penetapan diet yang tepat

perubahan BAB mengindefikasikan adanya kelain

Membantu pengeluaran feses yang keras


Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.

Untuk memenuhi kebutuhan diet yang tepat
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.

Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara parenteal atau per oral.
1.     Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.(20% BB ideal)
2.     Pantau pemasukan makanan selama perawatan
3.     Pantau atau timbang berat badan.
4.     diet rendah serat
Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan


Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori
Untuk mengetahui perubahan berat badan

Dapat menurunkan resiko kostipasi
Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.

Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi, turgor kulit normal.
1.    Monitor tanda-tanda dehidrasi.

2.    Monitor cairan yang masuk dan keluar.
3.    Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan

Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya
Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh
Mencegah terjadinya dehidrasi




Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur
1.         Kaji terhadap tanda nyeri

2.         Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan
3.         Berikan obat analgesik sesuai program
Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya
Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat



D.Evaluasi
§  Keadaan gizi anak( nutrisi bisa diberikan perentral untuk mengurangi zat sisa yang mengganggu pencernaan )
§  Penilaian infeksi (penilaian infeksi harus dilakukan berkesinambungan untuk mengurangi faktor pemberat penyakit )
§  Keadaan hemoglobin harus ada keadaan normal
§  Kondisi anak sesuai dengan yang di inginkan
§  Adaptasi anak sempurna
§  Memiliki rangsang tumbuh kembang maksimal


Daftar Pustaka

Suzameec smeltzer,2002,Buku Ajar Konsep Medikal bedah,vol 3,jakarta
Wong,Donna L,2003,pedoman klinis keperawatan pediatrik cetakan I,EGC,jakarta.
FKUI,1997,Bagian Ilmu Kesehatan Anak, I & II jakarta
Sacharin,Rosa M,1996,Prinsip Keperawatan Pediatrik,edisi II,EGC,jakarta.
Muscari,E mary,2005,Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik, edisi III,EGC,jakarta
Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius,   Jakarta.      Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Betz Cecily L, Linda A. Sawden.2002. keperawatan pediatri, edisis3. EGC. Jakarta

HIDRAMNION




BAB I

PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Hidramnion dijumpai pada sekitar 1% dari semua kehamilan. Sebagian besar
penelitian klinis mendefinisikan hidramnion sebagai indeks cairan amnion yang lebih besar,(Biggio dkk, 1999) di University Alabama melaporkan insiden 1% dari hampir 36.450 kehamilan.
            Dalam suatu penelitian terdahulu oleh Hill dkk (1987), dari Mayo Clinic, lebih dari 9000 pasien pranatal menjalani evaluasi ultrasonografi rutin menjelang awal trimester ke tiga. Insiden hidramnion adalah 0,9%.   
            Penelitian lainnya berbasis populasi, tetapi mungkin masih belum mencerminkan insiden yang sebenarnya kecuali dilakukan ultrasonografi secara universal. Bagaimanapun, hidramnion yang jelas patologi berkaitan dengan malformasi janin, terutama susunan saraf pusat atau saluran cerna. Sebagai contoh, hidramnion terdapat pada sekitar separuh kasus ensefalus dan atresia esofagus. Secara spesifik, pada hampir separuh kasus sedang dan berat, ditemukan adanya anomali janin. Namun, hal yang sebaliknya tidak berlaku dan dalam Spanish Collaboration Study Of Congenital Malformations (ECEMC) terhadap lebih dari 27000 janin dengan anomali, hanya 3,7% yang mengalami hidramnion (Martinez-Frias dkk, 1999). Tiga persen lainnya mengalami hidramnion. Dengan menggunakan lebih dari 36000 wanita dengan indeks normal sebagai kontrol, hidramnion menandakan peningkatan bermakna dalam sebuah akhir yang merugikan. Satu temuan yang menarik adalah sebagian besar gangguan perinatal terjadi pada wanita nondiabetik yang mengalami hidramnion. Damato dkk, (1993) melaporkan hasil dari 105 wanita yang dirujuk untuk evaluasi kelebihan cairan amnion. Lalu para peneliti ini mengamati bahwa hampir 65% dari 105 kehamilan ternyata abnormal. Terdapat 47 janin tunggal dengan satu anomali atau lebih, saluran cerna (15), hidrops nonimun (12), susunan saraf pusat (12), toraks (9), tulang rangka (8), kromosom (7), jantung (4). Dari 19 kehamilan kembar hanya 2 yang normal.
            Menurut Rustam Mochtar, keadaan yang sering djumpai adalah hidramnion yang ringan, dengan jumlah cairan 2-3 liter. Untuk kasus yang berat dan akut jarang. Frekuensi hidramnion kronis adalah 0,5-1%. Insiden dari kongenital anomali lebih sering didapati pada hidramnion yaitu sebesar 17,7-29%. Hidramnion yang sering didapati bersamaan dengan : gemeli atau hamil ganda (12,5%), hidrops foetalis, diabetes mellitus, toksemia gravidarum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Ruangan yang dilapisi oleh selaput janin (amnion atau korion), berisi air ketuban (liquor amnii). (Mochtar, Rustam, 1998). Hidramnion ringan didefinisikan sebagai kantong-kantong yang berukuran vertical 8 sampai 11 cm terdapat pada 80% kasus dengan cairan berlebihan. Hidramnion sedang didefinisikan sebagai kantong-kantong yang hanya mengandung bagian-bagian kecil dan berukuran 12-15 cm dijumpai pada 15%, hidramnion berat didefinisikan sebagai adanya janin mengambang bebas dalam kantong cairan yang berukuran 16 cm atau lebih (F. Gary dkk, 2005). Suatu kondisi dimana volume cairan amnion lebih dari 2000 ml (Anfasa, F, 2005). Hidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban jauh lebih banyak dari normal, biasanya lebih dari 2 liter. Tapi ada beberapa ahli yang berpendapat sampai 4 atau 5 liter, sedangkan Kustner mendapatkan sampai 15 liter pada kehamilan baru 5 bulan (Mochtar, Rustam, 1998).
2.2 CIRI KIMIAWI AIR KETUBAN
Pada keadaan normal banyaknya air ketuban dapat mencapai 1000 cc lalu kemudian menurun setelah mingu ke 38 sehingga akhirnya hanya beberapa ratus cc saja (Sarwono, 2002).
Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan kira-kira 1000-1500 cc. Air ketuban berwarna putih keruh, berbau amis dan berasa manis. Reaksinya agak alkalis atau netral, dengan berat jenis 1,008. komposisi terdiri atas 98% air, sisanya albumin, urea, asam urik, kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo, verniks kaseosa, dan garam anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6% g per liter, terutama albumin.
Dijumpainya lesitin dan sfingomielin dalam air ketuban amat berguna untuk mengetahui apakah paru-paru janin sudah matang, sebab peningkatan kadar lesitin merupakan tanda bahwa permukaan paru-paru (alveoli) diliputi oleh zat surfaktan. Ini merupakan syarat bagi paru-paru untuk berkembang dan bernafas. Cara penilaiannya adalah dengan jalan menghitung L/S. Bila persalinan berjalan lama atau ada gawat janin atau ada janin letak sungsang, maka akan kita jumpai warna air ketuban yang keruh kehijauan, karena talah bercampur dengan mekonium. (Mochtar, Rustam, 1998).
2.3 PATOGENESIS
Menurut Rustam Mochtar, dikatakan bahwa mekanisme hidramion sebagai berikut : produksi tetap tapi konsumsi kurang atau nihil sehinga terjadi hidramnion. Atau produksi hebat atau meningkat tapi konsumsi biasa. (Mochtar, Rustam, 1998).
Sampai sekarang etiologi hidramnion belum jelas, tetapi diketahui bahwa hidramnion terjadi bila produksi air ketuban bertambah, bila pengaliran air ketuban terganggu atau kedua-duanya. Di duga air ketuban dibentuk oleh sel-sel amnion. Disamping itu ditambah oleh air kencing janin dan cairan ensefalus. Air ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti yang baru. Salah satu cara pengeluaran adalah ditelan oleh janin, diabsorbsi oleh usus kemudian dialirkan ke placenta untuk akhirnya masuk ke peredaran darah ibu. Ekskresi air ketuban akan terganggu bila janin tidak bisa menelan seperti pada atresia esofagus atau tumor placenta. Pada anensefalus hidramnon disebabkan pula karena transudat cairan dari selaput otak dan sumsum tulang belakang dan berkurangnya hormon anti diuretik. (Sarwono, 2002).
Pada awal kehamilan, rongga amnion terisi oleh cairan yang komposisinya sangat mirip dengan cairan ekstrasel. Selama paruh pertama kehamilan, pemindahan air dan molekul kecil lainya berlangsung tidak saja melalui amnion tetapi juga menembus kulit janin. Selama trimester kedua,janin mulai berkemih, menelan dan menghirup cairan amnion. Proses ini hampir pasti secara bermakna mengatur pengendalian volume cairan.
Karena dalam keadaan normal janin menelan cairan amnion, diperkirakan bahwa mekanisme ini adalah salah satu pengaturan volume cairan ketuban. Teori ini dibenarkan dengan kenyataan bahwa hidramnion hampir selalu terjadi apabila janin tidak dapat menelan, seperti pada kasus atresia esofagus. (F, Gary Cunningham, 2005).  
2.4 PREDISPOSISI
            Walaupun etiologi tidak jelas, namun ada faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya hidramnion, antara lain :
  1. Atresia esofagus
  2. Anensefalus atau spina bifida
  3. Kehamilan ganda
  4. Ibu mengidap diabetes mellitus (F, Gary Cunningham, 2005). 
2.5 GEJALA
            Gejala utama yang menyertai hidramnion terjadi semata-mata akibat faktor mekanisme dan terutama disebabkan oleh tekanan didalam dan disekitar uterus  yang mengalami verdistensi terhadap organ-organ didekatnya. Apabila peregangannya berlebihan, ibu dapat mengalami dispnea dan paa kasus ekstrim, mungkin hanya dapat bernafas apabila posisi tegak. Sering terjadi odem akibat penekanan system vena besar oleh uterus yang sangat besar, terutama di ekstrimitas bawah, vulva, dan dinding abdomen. Walaupun jarang, dapat terjadi oliguria berat akibat obsruksi ureter oleh uterus yang sangat besar. (F, Gary Cunningham, 2005). 
2.6 DIAGNOSIS
2.6.1 ANAMNESA
  • Perut lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa.
  • Pada yang ringan keluhan-keluhan subyektif tidak banyak.
  • Pada yang akut dan pada pembesaran uterus yang cepat, maka terdapat keluhan-keluhan yang disebabkan karena tekanan pada organ, terutama pada diafragma, seperti : sesak, nyeri ulu hati, dan sianosis.
  • Nyeri perut karena tegangnya uterus, mual, dan muntah.
  • Edema pada tungkai, vulva, dinding perut.
  • Pada proses akut dan perut besar sekali, bisa syok, berkeringat dingin, dan sesak. (Mochtar, Rustam, 1998)
2.6.2 INSPEKSI
  • Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut berkilat, retak-retak kulit jelas dan kadang-kadang umbilicus mendatar.
  • Kalau akut, si ibu terlihat sesak dan sianosis, serta terlihat payah membawa kandungannya.
2.6.3 PALPASI
  • Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi edema pada dinding perut, vulva , tungkai dan vagina.
  • Fundus uteri lebih tinggi dari tuanya kehamilan sesungguhnya.
  • Bagian-bagian janin sukar dikenali karena banyaknya cairan.
  • Kalau pada letak kepala, kepala janin bisa diraba, maka ballottement jelas sekali.
  • Karena bebasnya janin bergerak dan kepala tidak terfiksir, maka dapat terjadi kesalahan letak janin.
2.6.4 AUSKULTASI
  • Denyut jantung janin sukar didengar atau kalau terdengar halus sekali.
2.6.5 FOTO ABDOMEN
  • Nampak bayangan terselubung kabur karena banyaknya cairan, kadang-kadang bayangan janin tidak jelas.
  • Foto Rontgen pada hidramnion berguna untuk diagnostik dan untuk menentukan etiologi, seperti gemeli.
2.6.6. PEMERIKSAAN DALAM
  • Selaput ketuban teraba tegang dan menonjol walaupun di luar his. (Mochtar, Rustam. 1998)
2.6.7 USG
  • Untuk membedakan antara hidramnion, asites, atau kista ovarium. (F, Gary Cunningham, 2005). 
2.7 DIAGNOSA BANDING
  • Hidramnion.
  • Kehamilan beserta tumor.
  • Gemeli
  • Asites
  • Kista ovarium. (Mochtar, Rustam, 1998)

2. 8 PROGNOSIS
2.8.1 PADA JANIN
Prognosisnya buruk (mortalitas 50%), terutama karena :
  • Komplikasi karena kesalahan letak anak, yaitu pada letak lintang atau tali pusat menumbung.
  • Diabetes mellitus.
  • Solusio placenta,kalau pecah secara tiba-tiba.
2.8.2 PADA IBU
  • Kesalahan letak janin menyebabkan partus lama dan sukar.
  • Retensio placenta.
  • Atonia uteri.
  • Solusio plasenta.
  • Syok . (Mochtar, Rustam, 1998)
2.9 PENATALAKSANAAN
2.9.1 WAKTU HAMIL
  • Hidramnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup diobservasi dan diberikan simptomatis.
  • Pada hidramnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus dirawat di rumah sakit untuk istirahat sempurna.
  • Berikan diet rendah garam.
  • Obat yang dipakai adalah diuresis. (Mochtar, Rustam, 1998)
  • Amniosintesis, tujuan untuk meredakan penderitaan ibu. Bila sesak hebat sekali disertai sianosis dan perut tegang, lakukan punksi abdomen pada kanan bawah umblikus. (F, Gary Cunningham, 2005). 
  • Komplikasi punksi berupa timbul his, trauma pada janin, terkena organ-organ perut oleh tusukan, infeksi akibat syok. Bila pada saat punksi keluar darah, maka punksi harus dihentikan. (Mochtar, Rustam, 1998)
  • Indometasin diberikan sejak usia 23-25 minggu, 1,5-3 mg/kg/hari. (F, Gary Cunningham, 2005). 
2.9.2 WAKTU PARTUS
  • Amniotomi, lakukan punksi ketuban via transvaginal melalui serviks bila sudah ada pembukaan. Kerugian : prolaps uteri, solusio plasenta. (F, Gary Cunningham, 2005). 
  • Bila sewaktu pemeriksaan dalam tiba-tiba pecah, maka untuk menghalangi air ketuban mengalir keluar deras, maka masukanlah kepalan tangan untuk berfungsi sebagai tampon agar air ketuban tidak keluar deras. Maksudnya agar tidak terjadi retensio plasenta, syok karena perut tiba-tiba kosong. (Mochtar, Rustam, 1998)
2.9.3 POSTPARTUS
  • Hati-hati terjadi perdarahan post partus, jadi sebaiknya cek golongan darah dan menyiapkan donor darah.
  • Pasang infus.
  • Antibiotik. (Mochtar, Rustam, 1998)


BAB III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
            Hidramnion adalah Suatu kondisi dimana volume cairan amnion lebih dari 2000 ml (Anfasa, F, 2005). Hidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban jauh lebih banyak dari normal, biasanya lebih dari 2 liter. Tapi ada beberapa ahli yang berpendapat sampai 4 atau 5 liter, sedangkan Kustner mendapatkan sampai 15 liter pada kehamilan baru 5 bulan (Mochtar, Rustam, 1998).
            Etiologi hidramnion sendiri sampai saat ini masih belum jelas, namun beberapa ahli mempunyai pendapat tentang bagaimana etiologi hidramnion, yakni produksi tetap tapi konsumsi kurang atau nihil sehinga terjadi hidramnion. Atau produksi hebat atau meningkat tapi konsumsi biasa. (Mochtar, Rustam, 1998).
Ada pula yang menyebutkan bahwa hidramnion terjadi bila produksi air ketuban bertambah, bila pengaliran air ketuban terganggu atau kedua-duanya. Di duga air ketuban dibentuk oleh sel-sel amnion. Disamping itu ditambah oleh air kencing janin dan cairan ensefalus. Air ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti yang baru. Salah satu cara pengeluaran adalah ditelan oleh janin, diabsorbsi oleh usus kemudian dialirkan ke placenta untuk akhirnya masuk ke peredaran darah ibu. Ekskresi air ketuban akan terganggu bila janin tidak bisa menelan seperti pada atresia esofagus atau tumor placenta. Pada anensefalus hidramnon disebabkan pula karena transudat cairan dari selaput otak dan sumsum tulang belakang dan berkurangnya hormon anti diuretik. (Sarwono, 2002).
Ada beberapa hal yang menyebabkan timbulnya hidramnion yakni : atresia esophagus, anensefalus atau spina bifida, kehamilan ganda, ibu mengidap diabetes mellitus (F, Gary Cunningham, 2005). dan dari gejala-gejala ini kita bisa menentukan diagnosa berdasarkan inspeksi, palpasi, auskultasi, foto abdomen, pemeriksaan dalam, USG.
Karena kejadian hidramnion ini terjadi pada saat kehamilan maka segala resiko pasti berhubungan dengan ibu dan janin, oleh sebab itu penatalaksanaan dalam penanganan hidramnion perlu perhatian khusus.
WAKTU HAMIL :
  • Hidramnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup diobservasi dan diberikan siptomatis.
  • Pada hidramnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus dirawat di rumah sakit untuk istirahat sempurna.
  • Berikan diet rendah garam.
  • Obat yang dipakai adalah diuresis. (Mochtar, Rustam, 1998)
  • Amniosintesis, tujuan untuk meredakan penderitaan ibu. Bila sesak hebat sekali disertai sianosis dan perut tegang, lakukan punksi abdomen pada kanan bawah umblikus. (F, Gary Cunningham, 2005). 
  • Komplikasi punksi berupa timbul his, trauma pada janin, terkena organ-organ perut oleh tusukan, infeksi akibat syok. Bila pada saat punksi keluar darah, maka punksi harus dihentikan. (Mochtar, Rustam, 1998)
  • Indometasin diberikan sejak usia 23-25 minggu, 1,5-3 mg/kg/hari. (F, Gary Cunningham, 2005). 
WAKTU PARTUS :
  • Amniotomi, lakukan punksi ketuban via transvaginal melalui serviks bila sudah ada pembukaan. Kerugian : prolaps uteri, solusio plasenta. (F, Gary Cunningham, 2005). 
  • Bila sewaktu pemeriksaan dalam tiba-tiba pecah, maka untuk menghalangi air ketuban mengalir keluar deras, maka masukanlah kepalan tangan untuk berfungsi sebagai tampon agar air ketuban tidak keluar deras. Maksudnya agar tidak terjadi retensio plasenta, syok karena perut tiba-tiba kosong. (Mochtar, Rustam, 1998)
POSTPARTUS :
  • Hati-hati terjadi perdarahan post partus, jadi sebaiknya cek golongan darah dan menyiapkan donor darah.
  • Pasang infus.
  • Antibiotik. (Mochtar, Rustam, 1998)
DAFTAR PUSTAKA

1.      Gary, F, Cunningham.; Obstetry William. Jakarta. Hal 910-915 (2005).
2.      Mochtar, Rustam.; Sinopsis Obstetry. Jakarta. Hal 252-255 (1998).
3.      Prawirohardjo, Sarwono.; Ilmu Kebidanan. Jakarta. Hal 358-359 (2002).

Template by : kendhin x-template.blogspot.com