Selasa, 02 April 2013

ASKEP KONGENITAL HEART DISEASES (CHD)


oleh : Denny Indah Wahyuningtyas



BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Cacat bawaan merupakan suatu keadaan cacat lahir pada neonatus yang tidak diinginkan kehadirannya oleh orang tua maupun petugas medis. Perhatian kita terhadap cacat bawaan masih sangat kurang, sedangkan negara kita saat ini telah berhasil dalam program KB serta telah memasyarakatkan NKKBS, maka pada zaman sekarang ini masalah kualitas hidup anak merupakan prioritas utama bagi Program kesehatan Nasional. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup anak adalah cacat bawaan.
Laporan dari beberapa penelitian dari dalam maupun dari luar negeri angka kejadian cacat bawaan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka kematian bayi baik didalam maupun diluar negeri dari tahun ketahun semakin lama semakin turun , tetapi penyebab kematian mulai bergeser. Sebelumnya penyebab kematian pada bayi sebagian besar disebabkan masalah sepsis, asfiksia, dan sindrom distres nafas, maka akhir-akhir ini mulai bergeser pada masalah cacat bawaan, begitu juga penyebab kematian anak-anak yang tadi nya masalah nutrisi dan infeksi sangat dominan, tetapi masalah cacat.
Cacat bawaan adalah keadaan cacat yang terjadi sebelum terjadi kelahiran. Istilah anomali kongenital adalah cacat fisik maupun non fisik, sedangkan malformasi dan dismorfi kongenital diartikan berupa cacat fisik saja.

2.Tujuan
Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan anak 2.

Tujuan Khusus
Dapat mengetahui pengertian kelainan jantung kongenital (CHD)
Mengetahui etiologi klaianan jantug congenital (CHD)
Memahami tentang kelainn jantung kongenital (CHD)
Dapat membuat asuhan keperawatan kelainan jantung kongenital (CHD)

BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Definisi kelainan jantung kongental (CHD)
Kelainan Jantung Kongenital (CHD) adalah kelainan yang sudah ada sejak bayi lahir, jadi kelainan tersebut sudah terjadi sebelum bayi lahir. Tetapi kelainan ini tidak selalu memeberi gejala yang segera setelah bayi lahir. Tidak jarang kelainan tersebut baru muncul setelah bayi berusia beberapa bulan atau beberapa tahun. (Ngastiyah,Hal 92)
Kelainan Jantung Kongenital (CHD) merupakan kelainan yang disebabkan gangguan perkembangan sistem kardiovaskuler pada embrio yang diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. (Ngastiyah, Hal 92)
Yang dimaksud dengan kelainan jantung kongenital adalah kelainan structural dan atau pembuluh darah besar intrathorakal yang dapat menimbulkan gangguan fungsi kardiovaskuler. (Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddart, Hal 805)

2.2 Etiologi
Penyebab kelainan jantung kongenital (CHD) berkaiatan dengan kelainan perkembangan embrionik. Pada usia lima sampai delapan minggu, jantung dan pembuluh darah besar dibentuk. Gangguan perkembangan mungkin disebabkan oleh faktor-faktor prenatal seperti infeksi ibu pada trimester pertama. Agen penyebab lain adalah rubella, influensa atau chicken fox. Faktor-faktor prenatal seperti ibu yng menderita diabetes mellitus dengan ketergantungan pada insulin serta faktor-faktor genetik juga berpengaruh terhadap terjadinya penyakit jantung kongenital (CHD). Selain faktor orang tua, insiden kelainan jantung juga meningkat pada individu. Faktor-faktor lingkungan seperti radiasi, gizi pada ibu yang buruk, kecanduan obat-obatan dan alkohol juga mempengaruhi perkembanagn embrio. Secara jelas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.Kelainan Genetik dan Khromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan (“dominant traits”) atau kadang-kadang sebagai unsur resesif.

2.Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ.
3.Faktor infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ tubuh. Infeksi pada trimester pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella.
4.Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya.
5.Faktor usia ibu
Telah diketahui bahwa kelainan lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause.
6.Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan oleh ibu normal.
7.Faktor radiasi
Radiasi pada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.

8.Faktor gizi
Kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.

2.3 Patofisiologi
Kelainan jantung congenital (CHD) menyebabkan dua perubahan hemodinamik utama,. Shunting atau percampuran darah arteri dari vena serta perubahan aliran darah pulmonal dan tekanan darah. Normalnya, tekanan pada jantung kanan lebih besar daripada sirkulasi pulmonal. Shunting terjadi apabila darah mengalir melalui lubang abnormal pada jantung sehat dari daerah bertekanan lebih tinggi ke daerah yang bertekanan rendah, memyebabkan darah yang teroksigenasi mengalir kedalam sirkulasi sistemik.
Aliran darah pulmonal dan tekanan darah meningkat bila ada keterlambatan penipisan normal serabut otot lunak pada arteriola pulmonal sewaktu lahir. Penebalan vaskuler meningkatkan resistensi sirkulasi pulmonal, aliran darah pulmonal dapat melampaui sirkulasi dan aliran darah bergerak dari kanan ke kiri.
Perubahan pada aliran darah, percampuran darah vena dan arteri, serta kenaikan tekana pulmonal akan meningkatkan kerja jantung. Manifestasi dari penyakit jantung congenital yaitu adanya gagal jantung, perfusi tidak adekuat dan kongesti pulmonal.

2.4 Tanda dan Gejala
1. Pada bayi:
Dyspneu
Kambuhnya/ infeksi saluran pernafasan
Detak jantung lebih dari 200 kali/ menit
Bunyi murmur
Cyanosis
Berat badan menurun

2. Pada anak-anak:
Dyspneu
Perkembangan fisik lemah
Intoleransi aktifitas
Kambuhnya/ infeksi saluran pernafasan
Cyanosis

2.5 Klasifikasi
Terdapat berbagai cara penggolongan penyakit jantung kongenital. Penggolongan yang sangat sederhana adalah penggolongan yang didasarkan pada adanya sianosis dan vaskularisasi paru. Penggolongannya adalah sebagai berikut:
1.Penyakit jantung bawaan (PJB) non-sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah, misalnya defek septum ventrikel (DSV), devek septum atrium (DSA), dan duktus arteriosus persisten.
Terdapat defek pada septum ventrikel, atrium atau duktus yang tetap terbuka menyebabkan adanya pirau (kebocoran) darah dari kiri ke kana karena tekanan jantung dibagian kiri lebih tinggi daripada dibagian kanan.
1.Devek septum ventrikel (DSV)
DSV terjadi bila sekat ventrikel tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya darah dari bilik kiri mengalir ke bilik kanan pada saat systole.
2.Devek septum atrium
DSA disebabkan dari suatu lubang pada foramen ovale atau pada septum atrium. Tekanan pada foramen ovale atau septum atrium, tekanan pada sisi kanan jantung meningkat.
3.Duktus arteriosus persisten
DAP adalah terdapatnya pembuluh darah fetal yang menghubungkan percabangan arteri pulmonalis sebelah kiri ke aorta desenden tepat disebelah distal arteri subklavikula kiri. DAP terjadi bila duktus tidak menutup saat bayi lahir. Penyebab DAP bermacam-macam, bisa karena infeksi Rubella pada ibu dan prematuritas.
2.Penyakit jantung bawaan (PJB) non-sianotik dengan vaskularisasi paru normal. Pada golongan ini termasuk stenosis aorta (SA), stenosis pulmonal(SP), dan koarktasio aorta.
1.Stenosis aorta
Pada kelainan ini disebabkan adanya penyempitan akibat penebalan katup aorta.
2.Stenosis pulmonal
Kelainan pada stenosis pulmonal, dijumpai adanya striktura pada katup, normal tetapi puncaknya menyatu.
3.Koarktasio aorta
Kelainan pada koarktasio aorta adalah, kelainan yang terjadi pada aorta berupa adanya penyempitan di dekat percabangan arteri. Kelainan ini biasanya tidak segera diketahui, kecuali pada kontriksi berat. Untuk itu penting melakukan skrening anak saat memeriksa kesehatanya, khususnya saat melakukan kegiatan olahraga.
3.Penyakit jantung bawaan (PJB) sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang. Pada golongan ini yang paling banyak adalah tetralogi Fallot (TF).
1.Tetralogi Fallot (TF)
Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung yang umum, dan terdiri dari 4 kelainan yaitu:
1.Stenosis pulmonal
2.Hipertropi ventrikel kanan
3.Kelainan septum ventrikuler
4.Kelainan aorta yang menerima darah dari ventikel dan aliran darah kanan ke kiri melalui kelainan septum ventrikel.
4.Penyakit jantung bawaan (PJB) sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah, misalnya transposisi arteri besar (TAB).
1.TAB/ transportasi arteri besar
Apabila pembuluh darah besar mengalami transporsisi aorta, aorta dan pulmonal secara anatomis akan terpengaruh. Kelainan berupa adanya pemindahan asal dari aorta dan arteri pulmonalis, aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari ventrikel kiri. Diduga penyebab kematian karena terjadinya gagal jantung, terutama pada anak dengan aliran darah ke paru yang bertambah. TAB yang terdapat pirau kiri ke kanan pada tingkat atrium dapat bertahan hidup sampai agak besar. Gejala TAB yang khas ialah bayi lahir dalam keadaan sianosis, pucat kebiru-biruan yang disebut picasso blue. Sianosis merata keseluruh tubuh kecuali resistensi vaskular paru sangat tinggi, bagian tubuh sebelah atas akan lebih sianotik daripada bagian bawah, venektasi jelas pada jari-jari.

2.6 Komplikasi
Anak atau pasien penyakit jantung kongenital terancam mengalami berbagai komplikasi antara lain:
Gagal jantung kongestif
Henti jantung
Aritmia
Endokarditis bakterial
Hipertensi
Tromboemboli dan abses otak

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1.Pengkajian
1.Anamnesa
A.Biodata
Nama
Jenis kelamin
B.Riwayat kesehatan
1.Keluhan utama
Keletihan, sering mengalami infeksi saluran pernafasan, sianosis
2.Riwayat kehamilan
Riwayat terjadinya infeksi pada ibu selama trimester pertama. Agen penyebab lain adalah rubella, influenza atau chicken fox.
Riwayat prenatal seperti ibu yang menderita diabetes mellitus dengan ketergantungan pada insulin.
Kepatuhan ibu menjaga kehamilan dengan baik, termasuk menjaga gizi ibu, dan tidak kecanduan obat-obatan dan alcohol, tidak merokok.
3.Riwayat persalinan
Proses kelahiran atau secara alami atau adanya factor-faktor yang memperlama proses persalinan, pengunaan alat seperti vakum untuk membantu kelahiran atau ibu harus dilakukan SC.
4.Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat keturunan dengan memperhatikan adanya anggota keluarga lain yang juga mengalami kelainan jantung, untuk mengkaji adanya factor genetic yang menunjang.
2.Pemeriksaa fisik
Meliputi : inspeksi, palpasi, perkusi & auskultasi
Dari hasil pemeriksaan fisik pada penyakit jantung congenital (CHD) adalah:
Bayi baru lahir berukuran kecil dan berat badan kurang
Anak terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik
Diameter dada bertambah, sering terlihat penonjolan dada kiri
Tanda yang menonjol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, selaintrakostal dan region epigastrium.
Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinamik
Anak sering mengalami kelelahan dan infeksi saluran pernafasan atas
Neonatus menunjukkan tanda-tanda respiratory distress seperti mendengkur, dan retraksi.
Pusing, tanda-tanda ini lebih nampak apabila pemenuhan kebutuhan terhadap O2 tidak terpenuhi ditandai dengan adanya murmur sistolik yang terdengar pada batas kiri sternum
Adanya kenaikan tekanan darah. Tekanan darah lebih tinggi pada lengan daripada kaki. Denyut nadi pada lengan atas terasa kuat, tetapi lemah pada popliteal dan femoral.
3.Pemeriksaan Penunjang
Gambaran ECG yang menunjukkan adanya hipertropi ventrikel kiri.
Kateterisasi jantung yang menunjukkan derajat dan sifat pirau jantung.
Rongten thorax untuk melihat atau evaluasi adanya cardiomegali.
angiografi

2.Diagnosa Keperawatan
1.Intoleransi aktifitas berhubungan dengan efek terjadinya sianosis
2.Resiko infeksi saluran pernafasan berhubungan dengan terjadinya resistensi paru yang meningkat.
3.Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan reduksi aliran darah
4.Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perubahan pada suplai O2
5.Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan secret.
6.Nyeri berhubungan dengan adanya TIK yang meningkat
7.Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan efek terjadinya nyeri
8.Gangguan nutrisi berhubungan dengan kondisi yang mempengaruhi masukan nutrisi.
9.Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler.
10.Kurang pengetahuan keluarga mengenai penyakit berhubungan dengan terjadinya infeksi yang berulang.

3.Intervensi
1.Diagnosa : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan efek terjadinya sianosis
Criteria hasil : Aktifitas kembali normal

Intervensi
Rasional
Tirah baring
Tirah baring membantu meningkatkan proses pemulihan kondisi tubuh
Rencanakan aktifitas yang sesuai untuk pasien
Menghindari/ menjaga agar sianosis tidak bertambah parah
Observasi TTV
Memantau kondisi pasien secara adekuat
Berikan program terapi untuk mengembalikan kondisi pasien
Pasien rutin melaksanakan program terapi guna memperoleh kondisi yang lebih baik
Rencana aktifitas dengan waktu istirahat
Keseimbangan aktifitas dan istirahat mempertahankan kesegaran

2.Diagnosa : Resiko infeksi saluran pernafasan berhubungan dengan terjadinya resistensi paru yang meningkat.
Criteria hasil : Infeksi teratasi dan kemungkinan terjadi lagi lebih kecil.

Intervensi
Rasional
Berikan isolasi/ pantau kondisi sesuai indikasi.
Dibutuhkan untuk melindungi pasien dan mengurangi resiko infeksi.
Batasi aktifitas untuk menghindari terjadinya resistensi vaskular
Paru akan mudah terinfeksi karena darah masuk ke paru sehingga resistensinya menurun
Kaji kemungkinan/ resiko infeksi
Identifikasi factor-faktor pemicu infeksi
Berikan obat untuk menghindari infeksi
Mengurangi kemungkinan infeksi
Observasi TTV, terutama pernafasan, suhu dan nadi, catat hasilnya
Keadaan yang stabil sangat penting untuk mempertahankan kondisi yang adekuat

3.Diagnosa : Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan reduksi aliran darah
Criteria hasil : Menunjukkan perfusi yang adekuat dibuktikan dengan TTV stabil dan kesadaran umum.


Intervensi
Rasional
Pertahankan tirah baring, bantu dengan aktifitas perawatan
Menurunkan beban O2, memaksimalkan efektifitas dari perfusi jaringan.
Pantau kecenderungan pada tekanan darah, mencatat perkembangan dan perubahan tekanan denyut
Bila penyempitan terjadi suplai darah dan O2 menurun sehingga teknan akan berubah
Pantau frekuensi dan irama jantung
Bila terjadi dyspneu
Perhatikan kualitas/ kekuatan dari denyut perifer
Pada awal nadi lemah karena penurunan curah jantung.
Pantau pemeriksaan laboratorium
Perkembangan asidosis respiratorik dan metabolic merefleksikan kehilangan mekanisme kompensasi.

4.Diagnosa : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perubahan pada suplai O2
Criteria hasil : Tidak mengalami dyspneu dan sianosis

Intervensi
Rasional
Pertahankan jalan nafas paten. Tempatkan pasien pada posisi yang nyaman.
Meningkatakan ekspansi paru2, upaya pernafasan
Pantau frekuensi dan kedalaman pernafasan.
Pernafasan cepat/ dangkal terjadi karena stress dan aktivitas berat. Dyspneu merefleksikan mekanisme kompensasi yang tidak efektif dan merupakan indukasi diperlukan dukungan ventilator
Catat munculnya sianosis
Menunjukkan oksigen tidak adekuat/ pengurangan perfusi
Berikan O2 tambahan melalui jalur yang sesuai, misalanya kanul nasal, masker
Diperlukan untuk mengoreksi pernafasan perfusi yang tidak adekuat
Tinjau foto rongten
Perubahan menunjukkan adanya tanda2 abnormal

5.Diagnosa : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan secret.
Criteria hasil : Jalan nafas kembali normal.

Intervensi
Rasional
Kaji pernafasan, bunyi dan kualitas
Ubah posisi dan drainase secret. Tentukan posisi anak dalam posisi yang benar untuk mengoptimalkan pernafasan.
Kaji saluran nafas setiap hari
Untuk mengetahui adanya secret
Kaji perubahan perilaku dan orientasi
Menunjukkan adanya rasa tidak nyaman pad saluran pernafasan
Monitor ABC dan catat perubahan
Suction diperlukan untuk membersihkan secret

6.Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan adanya TIK yang meningkat
Criteria hasil : Nyeri hilang atau berkurang.

Intervensi
Rasional
Kaji seberapa sakit nyeri yang dirasakan anak
Gunakan skala nyeri pada anak untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan
Kaji seberapa sering nyeri terjadi
Untuk mengontrol nyeri dan tanda tanda adanya TIK yang meningkat
Berikan penjelasan pada orang tua tentang penyebab terjadinya nyeri
Untuk mengurangi kecemasan pada keluarga
Berikan obat-obat anti nyeri
Untuk mengontrol frekuensi nyeri dan kedalaman nyeri

7.Diagnosa : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan efek terjadinya nyeri
Criteria hasil : Nyeri teratasi dan anak dapat merasa nyaman kembali

Intervensi
Rasional
Atasi rasa nyeri untuk memberikan rasa nyaman pada anak
Memberi kesempatan pada anak untuk melakukan hal positif untuk mengatasi nyerinya
Gunakan tehnik distraksi untuk mengalihkan rasa nyeri
Perhatian anak tidak tertuju pada nyeri
Posisikan anak pada posisi yang senyaman mungkin
Meningkatakan rasa nayman pada anak
Berikan terapi untuk mengurangi rasa nyeri agar anak merasa nyaman
Memberikan waktu pelan pelan melalui proses terapi agar kenyamanan dapat dirasakan oleh anak

8.Diagnosa : Gangguan nutrisi berhubungan dengan kondisi yang mempengaruhi masukan nutrisi.
Criteria hasil : nutrisi terpenuhi secara adekuat.

Intervensi
Rasional
Kaji status nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari, perhatikan tingkat energi, keinginan untuk makan.
Memberikan kesempatan untuk mengobservasi penyimpanan dari normal/ dasar pasien dan mempengaruhi pilihan intervensi
Timbang BB setiap hari dan bandingkan dengan BB saat penerimaan.
Membuat data dasar, membantu dalam memantau keefektifan aturan terapeutik
Kaji keluhan mual/ muntah, ketidaknyamanan abdomen. Terjadinya kelemahan
Karena pergantian protein dan malnutrisi
Berikan diet yang sesuai
Untuk memberikan nutrisi yang adekuat

9.Diagnosa : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler.
Criteria hasil : Mempertahankan nutrisi yang adekuat yang dibuktikan dengan TTV dalam batas normal.

Intervensi
Rasional
Catat/ ukur pemasukan dan pengeluaran urin dan berat jenisnya
Penurunan haluaran urin menunjukkan adanya kurangnya volume cairan
Pantau tekanan darah dan denyut jantung
Mekanisme kompensasi dan mengembalikan curah jantung ke kondisi normal pasien
Kaji membrane mukosa, turgor kulit dan rasa haus
Memperkuat tanda tanda dehidrasi
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan IV
Sejumlah cairan mungkin dibutuhkan untuk mengatasi dehidrasi untuk menggantikan cairan.

10.Diagnosa : Kurang pengetahuan keluarga mengenai penyakit berhubungan dengan terjadinya infeksi yang berulang.
Criteria hasil : keluarga mengerti tentang penyakit dan infeksi tidak berulang

Intervensi
Rasional
Berikan penjelasan pada orang tua tentang kondisi anak
Untuk memberi pengetahuan tentang penyakit
Tinjau factor resiko dan adanya infeksi berulang
Mengerti tentang bagaimana infeksi dapat terjadi berulang ulang
Dorong orang tua untuk memberikan perhatian yang lebih baik pada anak
Tujuan terapeutik pada anak tercapai
Berikan HE pada oranag tua mengenai terjadinya infeksi/ infeksi berulang
Infeksi dapat dihindari

4.Implementasi
Mempertahankan tirah baring, membantu aktifitas perawatan
Mengkaji denyut jantung dan kualitas denyut jantung
Memantau frekuensi dan irama jantung
Memonitor ABC dan perubahan yang terjadi
Mencatat adanya sianosis
Mencatat pemasukan pengeluaran urin
Memantau pemeriksaan laboratorium

5.Evaluasi
Jantung dapat berfungsi sesuai normal sesuai kondisi anak
Berat badan meningkat
Perfusi jaringan normal, tidak mengalami dyspneu dan sianosis
Tidak terjadi infeksi/ infeksi berulang

BAB IV
PENUTUP

1.Kesimpulan
Kelainan Jantung Kongenital (CHD) adalah kelainan yang sudah ada sejak bayi lahir, jadi kelainan tersebut sudah terjadi sebelum bayi lahir. Tetapi kelainan ini tidak selalu memberi gejala yang segera setelah bayi lahir. Tidak jarang kelainan tersebut baru muncul setelah bayi berusia beberapa bulan atau beberapa tahun.
Pemeriksaan penunjang CHD adalah dengan ECG dan foto thorax untuk mengetahui adanya cardiomegali.

DAFTAR PUSTAKA

1.Carpenito, Linda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8, Jakarta: EGC. 2000
2.Wong L, Donna, Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 1. Jakarta: EGC, 2009
3.Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit Edisi 2, Jakarta: EGC
4.WWW.CHD.com

4 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com