BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hidramnion
dijumpai pada sekitar 1% dari semua kehamilan. Sebagian besar
penelitian
klinis mendefinisikan hidramnion sebagai indeks cairan amnion yang lebih besar,(Biggio
dkk, 1999) di University Alabama
melaporkan insiden 1% dari hampir 36.450 kehamilan.
Dalam suatu penelitian terdahulu
oleh Hill dkk (1987), dari Mayo Clinic, lebih dari 9000 pasien pranatal
menjalani evaluasi ultrasonografi rutin menjelang awal trimester ke tiga.
Insiden hidramnion adalah 0,9%.
Penelitian lainnya berbasis
populasi, tetapi mungkin masih belum mencerminkan insiden yang sebenarnya
kecuali dilakukan ultrasonografi secara universal. Bagaimanapun, hidramnion
yang jelas patologi berkaitan dengan malformasi janin, terutama susunan saraf
pusat atau saluran cerna. Sebagai contoh, hidramnion terdapat pada sekitar
separuh kasus ensefalus dan atresia esofagus. Secara spesifik, pada hampir
separuh kasus sedang dan berat, ditemukan adanya anomali janin. Namun, hal yang
sebaliknya tidak berlaku dan dalam Spanish Collaboration Study Of Congenital
Malformations (ECEMC) terhadap lebih dari 27000 janin dengan anomali, hanya
3,7% yang mengalami hidramnion (Martinez-Frias dkk, 1999). Tiga persen lainnya
mengalami hidramnion. Dengan menggunakan lebih dari 36000 wanita dengan indeks
normal sebagai kontrol, hidramnion menandakan peningkatan bermakna dalam sebuah
akhir yang merugikan. Satu temuan yang menarik adalah sebagian besar gangguan
perinatal terjadi pada wanita nondiabetik yang mengalami hidramnion. Damato
dkk, (1993) melaporkan hasil dari 105 wanita yang dirujuk untuk evaluasi
kelebihan cairan amnion. Lalu para peneliti ini mengamati bahwa hampir 65% dari
105 kehamilan ternyata abnormal. Terdapat 47 janin tunggal dengan satu anomali
atau lebih, saluran cerna (15), hidrops nonimun (12), susunan saraf pusat (12),
toraks (9), tulang rangka (8), kromosom (7), jantung (4). Dari 19 kehamilan
kembar hanya 2 yang normal.
Menurut Rustam Mochtar, keadaan yang
sering djumpai adalah hidramnion yang ringan, dengan jumlah cairan 2-3 liter.
Untuk kasus yang berat dan akut jarang. Frekuensi hidramnion kronis adalah
0,5-1%. Insiden dari kongenital anomali lebih sering didapati pada hidramnion
yaitu sebesar 17,7-29%. Hidramnion yang sering didapati bersamaan dengan : gemeli
atau hamil ganda (12,5%), hidrops foetalis, diabetes mellitus, toksemia gravidarum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Ruangan
yang dilapisi oleh selaput janin (amnion atau korion), berisi air ketuban
(liquor amnii). (Mochtar, Rustam, 1998). Hidramnion ringan didefinisikan
sebagai kantong-kantong yang berukuran vertical 8 sampai 11 cm terdapat pada
80% kasus dengan cairan berlebihan. Hidramnion sedang didefinisikan sebagai
kantong-kantong yang hanya mengandung bagian-bagian kecil dan berukuran 12-15
cm dijumpai pada 15%, hidramnion berat didefinisikan sebagai adanya janin
mengambang bebas dalam kantong cairan yang berukuran 16 cm atau lebih (F. Gary
dkk, 2005). Suatu kondisi dimana volume cairan amnion lebih dari 2000 ml (Anfasa,
F, 2005). Hidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban jauh lebih
banyak dari normal, biasanya lebih dari 2 liter. Tapi ada beberapa ahli yang
berpendapat sampai 4 atau 5 liter, sedangkan Kustner mendapatkan sampai 15
liter pada kehamilan baru 5 bulan (Mochtar, Rustam, 1998).
2.2 CIRI KIMIAWI AIR KETUBAN
Pada
keadaan normal banyaknya air ketuban dapat mencapai 1000 cc lalu kemudian
menurun setelah mingu ke 38 sehingga akhirnya hanya beberapa ratus cc saja
(Sarwono, 2002).
Volume
air ketuban pada kehamilan cukup bulan kira-kira 1000-1500 cc. Air ketuban
berwarna putih keruh, berbau amis dan berasa manis. Reaksinya agak alkalis atau
netral, dengan berat jenis 1,008. komposisi terdiri atas 98% air, sisanya
albumin, urea, asam urik, kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo, verniks
kaseosa, dan garam anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6% g per liter,
terutama albumin.
Dijumpainya
lesitin dan sfingomielin dalam air ketuban amat berguna untuk mengetahui apakah
paru-paru janin sudah matang, sebab peningkatan kadar lesitin merupakan tanda
bahwa permukaan paru-paru (alveoli) diliputi oleh zat surfaktan. Ini merupakan
syarat bagi paru-paru untuk berkembang dan bernafas. Cara penilaiannya adalah
dengan jalan menghitung L/S. Bila persalinan berjalan lama atau ada gawat janin
atau ada janin letak sungsang, maka akan kita jumpai warna air ketuban yang
keruh kehijauan, karena talah bercampur dengan mekonium. (Mochtar, Rustam,
1998).
2.3 PATOGENESIS
Menurut
Rustam Mochtar, dikatakan bahwa mekanisme hidramion sebagai berikut : produksi
tetap tapi konsumsi kurang atau nihil sehinga terjadi hidramnion. Atau produksi
hebat atau meningkat tapi konsumsi biasa. (Mochtar, Rustam, 1998).
Sampai
sekarang etiologi hidramnion belum jelas, tetapi diketahui bahwa hidramnion
terjadi bila produksi air ketuban bertambah, bila pengaliran air ketuban
terganggu atau kedua-duanya. Di duga air ketuban dibentuk oleh sel-sel amnion.
Disamping itu ditambah oleh air kencing janin dan cairan ensefalus. Air ketuban
yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti yang baru. Salah satu cara
pengeluaran adalah ditelan oleh janin, diabsorbsi oleh usus kemudian dialirkan
ke placenta untuk akhirnya masuk ke peredaran darah ibu. Ekskresi air ketuban
akan terganggu bila janin tidak bisa menelan seperti pada atresia esofagus atau
tumor placenta. Pada anensefalus hidramnon disebabkan pula karena transudat
cairan dari selaput otak dan sumsum tulang belakang dan berkurangnya hormon
anti diuretik. (Sarwono, 2002).
Pada
awal kehamilan, rongga amnion terisi oleh cairan yang komposisinya sangat mirip
dengan cairan ekstrasel. Selama paruh pertama kehamilan, pemindahan air dan
molekul kecil lainya berlangsung tidak saja melalui amnion tetapi juga menembus
kulit janin. Selama trimester kedua,janin mulai berkemih, menelan dan menghirup
cairan amnion. Proses ini hampir pasti secara bermakna mengatur pengendalian
volume cairan.
Karena
dalam keadaan normal janin menelan cairan amnion, diperkirakan bahwa mekanisme
ini adalah salah satu pengaturan volume cairan ketuban. Teori ini dibenarkan
dengan kenyataan bahwa hidramnion hampir selalu terjadi apabila janin tidak
dapat menelan, seperti pada kasus atresia esofagus. (F, Gary Cunningham, 2005).
2.4 PREDISPOSISI
Walaupun
etiologi tidak jelas, namun ada faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
hidramnion, antara lain :
- Atresia esofagus
- Anensefalus atau spina bifida
- Kehamilan ganda
- Ibu mengidap diabetes mellitus (F, Gary Cunningham,
2005).
2.5 GEJALA
Gejala utama yang menyertai
hidramnion terjadi semata-mata akibat faktor mekanisme dan terutama disebabkan
oleh tekanan didalam dan disekitar uterus
yang mengalami verdistensi terhadap organ-organ didekatnya. Apabila
peregangannya berlebihan, ibu dapat mengalami dispnea dan paa kasus ekstrim,
mungkin hanya dapat bernafas apabila posisi tegak. Sering terjadi odem akibat
penekanan system vena besar oleh uterus yang sangat besar, terutama di
ekstrimitas bawah, vulva, dan dinding abdomen. Walaupun jarang, dapat terjadi
oliguria berat akibat obsruksi ureter oleh uterus yang sangat besar. (F, Gary
Cunningham, 2005).
2.6 DIAGNOSIS
2.6.1 ANAMNESA
- Perut lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa.
- Pada yang ringan keluhan-keluhan subyektif tidak
banyak.
- Pada yang akut dan pada pembesaran uterus yang cepat,
maka terdapat keluhan-keluhan yang disebabkan karena tekanan pada organ,
terutama pada diafragma, seperti : sesak, nyeri ulu hati, dan sianosis.
- Nyeri perut karena tegangnya uterus, mual, dan
muntah.
- Edema pada tungkai, vulva, dinding perut.
- Pada proses akut dan perut besar sekali, bisa syok,
berkeringat dingin, dan sesak. (Mochtar, Rustam, 1998)
2.6.2 INSPEKSI
- Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut
berkilat, retak-retak kulit jelas dan kadang-kadang umbilicus mendatar.
- Kalau akut, si ibu terlihat sesak dan sianosis, serta
terlihat payah membawa kandungannya.
2.6.3 PALPASI
- Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi edema pada
dinding perut, vulva , tungkai dan vagina.
- Fundus uteri lebih tinggi dari tuanya kehamilan
sesungguhnya.
- Bagian-bagian janin sukar dikenali karena banyaknya
cairan.
- Kalau pada letak kepala, kepala janin bisa diraba,
maka ballottement jelas sekali.
- Karena bebasnya janin bergerak dan kepala tidak
terfiksir, maka dapat terjadi kesalahan letak janin.
2.6.4 AUSKULTASI
- Denyut jantung janin sukar didengar atau kalau
terdengar halus sekali.
2.6.5 FOTO ABDOMEN
- Nampak bayangan terselubung kabur karena banyaknya
cairan, kadang-kadang bayangan janin tidak jelas.
- Foto Rontgen pada hidramnion berguna untuk diagnostik
dan untuk menentukan etiologi, seperti gemeli.
2.6.6. PEMERIKSAAN DALAM
- Selaput ketuban teraba tegang dan menonjol walaupun
di luar his. (Mochtar, Rustam. 1998)
2.6.7 USG
- Untuk membedakan antara hidramnion, asites, atau
kista ovarium. (F, Gary Cunningham, 2005).
2.7 DIAGNOSA BANDING
- Hidramnion.
- Kehamilan beserta tumor.
- Gemeli
- Asites
- Kista ovarium. (Mochtar, Rustam, 1998)
2. 8 PROGNOSIS
2.8.1 PADA JANIN
Prognosisnya
buruk (mortalitas 50%), terutama karena :
- Komplikasi karena kesalahan letak anak, yaitu pada
letak lintang atau tali pusat menumbung.
- Diabetes mellitus.
- Solusio placenta,kalau pecah secara tiba-tiba.
2.8.2 PADA IBU
- Kesalahan letak janin menyebabkan partus lama dan
sukar.
- Retensio placenta.
- Atonia uteri.
- Solusio plasenta.
- Syok . (Mochtar, Rustam, 1998)
2.9 PENATALAKSANAAN
2.9.1 WAKTU HAMIL
- Hidramnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup
diobservasi dan diberikan simptomatis.
- Pada hidramnion yang berat dengan keluhan-keluhan,
harus dirawat di rumah sakit untuk istirahat sempurna.
- Berikan diet rendah garam.
- Obat yang dipakai adalah diuresis. (Mochtar, Rustam,
1998)
- Amniosintesis, tujuan untuk meredakan penderitaan
ibu. Bila sesak hebat sekali disertai sianosis dan perut tegang, lakukan
punksi abdomen pada kanan bawah umblikus. (F, Gary Cunningham, 2005).
- Komplikasi punksi berupa timbul his, trauma pada
janin, terkena organ-organ perut oleh tusukan, infeksi akibat syok. Bila
pada saat punksi keluar darah, maka punksi harus dihentikan. (Mochtar,
Rustam, 1998)
- Indometasin diberikan sejak usia 23-25 minggu, 1,5-3
mg/kg/hari. (F, Gary Cunningham, 2005).
2.9.2 WAKTU PARTUS
- Amniotomi, lakukan punksi ketuban via transvaginal
melalui serviks bila sudah ada pembukaan. Kerugian : prolaps uteri,
solusio plasenta. (F, Gary Cunningham, 2005).
- Bila sewaktu pemeriksaan dalam tiba-tiba pecah, maka
untuk menghalangi air ketuban mengalir keluar deras, maka masukanlah
kepalan tangan untuk berfungsi sebagai tampon agar air ketuban tidak
keluar deras. Maksudnya agar tidak terjadi retensio plasenta, syok karena
perut tiba-tiba kosong. (Mochtar, Rustam, 1998)
2.9.3 POSTPARTUS
- Hati-hati terjadi perdarahan post partus, jadi
sebaiknya cek golongan darah dan menyiapkan donor darah.
- Pasang infus.
- Antibiotik. (Mochtar, Rustam, 1998)
BAB III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Hidramnion adalah Suatu kondisi dimana
volume cairan amnion lebih dari 2000 ml (Anfasa, F, 2005). Hidramnion adalah
suatu keadaan dimana jumlah air ketuban jauh lebih banyak dari normal, biasanya
lebih dari 2 liter. Tapi ada beberapa ahli yang berpendapat sampai 4 atau 5
liter, sedangkan Kustner mendapatkan sampai 15 liter pada kehamilan baru 5
bulan (Mochtar, Rustam, 1998).
Etiologi
hidramnion sendiri sampai saat ini masih belum jelas, namun beberapa ahli mempunyai
pendapat tentang bagaimana etiologi hidramnion, yakni produksi tetap tapi
konsumsi kurang atau nihil sehinga terjadi hidramnion. Atau produksi hebat atau
meningkat tapi konsumsi biasa. (Mochtar, Rustam, 1998).
Karena kejadian
hidramnion ini terjadi pada saat kehamilan maka segala resiko pasti berhubungan
dengan ibu dan janin, oleh sebab itu penatalaksanaan dalam penanganan
hidramnion perlu perhatian khusus.
WAKTU HAMIL :
- Hidramnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup
diobservasi dan diberikan siptomatis.
- Pada hidramnion yang berat dengan keluhan-keluhan,
harus dirawat di rumah sakit untuk istirahat sempurna.
- Berikan diet rendah garam.
- Obat yang dipakai adalah diuresis. (Mochtar, Rustam,
1998)
- Amniosintesis, tujuan untuk meredakan penderitaan ibu.
Bila sesak hebat sekali disertai sianosis dan perut tegang, lakukan punksi
abdomen pada kanan bawah umblikus. (F, Gary Cunningham, 2005).
- Komplikasi punksi berupa timbul his, trauma pada
janin, terkena organ-organ perut oleh tusukan, infeksi akibat syok. Bila
pada saat punksi keluar darah, maka punksi harus dihentikan. (Mochtar,
Rustam, 1998)
- Indometasin diberikan sejak usia 23-25 minggu, 1,5-3
mg/kg/hari. (F, Gary Cunningham, 2005).
WAKTU PARTUS :
- Amniotomi, lakukan punksi ketuban via transvaginal melalui
serviks bila sudah ada pembukaan. Kerugian : prolaps uteri, solusio
plasenta. (F, Gary Cunningham, 2005).
- Bila sewaktu pemeriksaan dalam tiba-tiba pecah, maka
untuk menghalangi air ketuban mengalir keluar deras, maka masukanlah
kepalan tangan untuk berfungsi sebagai tampon agar air ketuban tidak
keluar deras. Maksudnya agar tidak terjadi retensio plasenta, syok karena
perut tiba-tiba kosong. (Mochtar, Rustam, 1998)
POSTPARTUS :
- Hati-hati terjadi perdarahan post partus, jadi
sebaiknya cek golongan darah dan menyiapkan donor darah.
- Pasang infus.
- Antibiotik. (Mochtar, Rustam, 1998)
DAFTAR PUSTAKA
1.
Gary, F, Cunningham.; Obstetry William. Jakarta . Hal 910-915
(2005).
2.
Mochtar, Rustam.; Sinopsis Obstetry. Jakarta . Hal 252-255 (1998).
3.
Prawirohardjo, Sarwono.; Ilmu Kebidanan. Jakarta . Hal 358-359
(2002).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar